Pertahankan Bali sebagai Destinasi Wisata Bereputasi, Pemprov Bali Tindak Tegas Wisatawan Nakal

Bali sebagai destinasi wisata internasional yang memiliki reputasi positif. Banyak wisatawan sangat terkesan menikmati keindahan alam dan budaya Bali, sehingga Bali mampu bersaing menjadi destinasi wisata populer mengalahkan London (Inggris), Paris (Perancis), Roma (Italia) dan kota-kota lain di dunia. Sayangnya reputasi tersebut belakangan dirusak oleh wisatawan nakal yakni wisatawan yang ugal-ugalan menabrak aturan adat maupun hukum positif. Untuk mengantisipasi merosotnya reputasi Bali, Pemprov Bali menindak tegas wisatawan yang nakal tersebut.

Hal itu ditegaskan Wakil Gubernur Bali Prof. Tjok Oka Sukawati saat menjadi keynote speaker pada seminar online bertajuk “Destination Reputation: How to manage?” di Denpasar, Jumat (31/3/2023). Seminar online tersebut diselenggarakan oleh Pusat Unggulan Pariwisata (PUPAR) dibawah koordinasi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana (LPPM Unud) dihadiri sekitar 500 peserta dengan menghadirkan tiga invited speakers yaitu Guru Besar University of the Sunshine Coast Australia Prof. Noel Scott, Mantan Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru Bapak Tantowi Yahya, dan Head of Marketing-Media & Partnership GDP Venture Ibu Ossy Indra Wardhani.

Prof. Tjok Oka Sukawati menjelaskan sektor pariwisata Bali tumbuh sejak tahun 1920-an telah mampu memikat hati pelancong dari berbagai negara di dunia. Bali pun mendapatkan berbagai sebutan seperti “Paradise Island, Island of Gods, dan Morning of the World”. Sebutan-sebutan itu sebagai pengakuan atas reputasi Bali yang positif di dunia internasional. “Dipilihnya Ubud sebagai lokasi syuting film Eat, Pray, and Love (2010) yang dibintangi aktris Julia Roberts ikut mengharumkan nama Bali, sebagai destinasi wisata yang memiliki reputasi tinggi,” tegas Tokoh Puri Ubud itu. Ditegaskan, pasca pandemi Covid-19 reputasi Bali sebagai destinasi yang layak dikunjungi cukup tinggi. Kunjungan wisatawan yang dibuka sejak Maret 2022 berangsur-angsur naik, dan pada Januari 2023 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 331.912 orang, atau rata-rata 10.707 orang/hari.

Wakil Gubernur Bali Prof. Tjok Oka Sukawati menjelaskan Pemprov Bali telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mengdukung peningkatan jumlah kunjungan wisman. Diantaranya, pemberian VoA (Visa on Arrival) bagi wisatawan dari 86 negara,  wisatawan yang berasal dari sembilan negara anggota ASEAN mendapatkan bebas visa (visa exemption), dan adanya penerbangan langsung ke Bandara International Ngurah Rai dari 23 kota di 15 negara yang dilayani 30 maskapai penerbangan. Sayangnya, kata Prof. Tjok Oka Sukawati, reputasi Bali sedikit tercemar karena tindakan oknum wisman yang tidak mengindahkan aturan yang berlaku seperti naik sepeda motor tanpa helm, berkelahi dengan pecalang (pengaman dari desa adat), atau melakukan bisnis ilegal. Untuk menekan prilaku wisatawan yang buruk tersebut, katanya, Pemprov Bali bersama pihak imigrasi, kepolisian, maupun pecalang meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap wisatawan yang melanggar aturan sesuai ketentuan yang berlaku.

Ossy Indra Wardhani mendukung kebijakan Pemprov Bali tersebut. “Dua hal yang harus dilakukan agar Bali sebagai destinasi bereputasi dapat dipertahankan yakni penegakan aturan secara hati-hati agar tidak berimbas negatif terhadap persepsi wisatawan, dan komunikasi yang efektif terkait Bali sebagai destinasi yang mampu memberikan pengalaman bermakna bagi wisatawan,” tuturnya. Komunikasi efektif ditujukan untuk meningkatkan kesadaran wisatawan bahwa menjaga Bali sebagai paradise (surganya para pelancong) adalah tanggung jawab moral pengunjung dan penduduk lokal untuk menciptakan keamanan dan kenyamanan. “Pesan kuncinya, berwisatalah secara bertanggung jawab untuk menjaga keindahan Bali,” tegas Ossy. Dia menyarankan dalam komunikasi efektif perlu menggunakan tagline, misalnya Keep Bali Chill. Artinya, bagi masyarakat Bali tetap menjaga Bali yang aman dan damai; bagi wisatawan  disampaikan datang ke Bali untuk menimati situasi tenang dan lingkungan yang nyaman, serta bagi investor diyakinkan bahwa berinvestasi di Bali mendukung pembangunan berkelanjutan dengan mempertahankan brand image dan stabilitas sosial Bali.

Sementara Itu Prof. Noel Scott menjelaskan reputasi destinasi merupakan konsep yang abstrak yang ada dibenak wisatawan. Biasanya reputasi itu sangat sulit diubah kecuali ada kejadian yang besar yang mampu mempengaruhi pendapat orang. Jadi reputasi Bali sebagai destinasi wisata yang layak dikunjungi karena keindahan dan keunikan budaya tetap ajeg sepanjang tidak ada hal-hal yang luar biasa mampu mengubah persepsi wisatawan. Tantowi Yahya menambahkan Bali dapat belajar dari pengalaman Selandia Baru dalam membangun reputasi. Selandia Baru membangun pariwisata melalui perencanaan jangka panjang dan berkelanjutan, melibatkan masyarakat lokal dalam membangun place branding, mengedukasi wisatawan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, menentukan segmentasi pasar terkait dengan produk wisatanya, serta melakukan penelitian terkait dengan kecenderungan baru yang berkembang di bidang pariwisata.

Ketua PUPAR LPPM Unud Dr. Agung Suryawan Wiranatha memaparkan seminar tersebut  diselenggarakan untuk memfasilitasi berbagai stakeholder pariwisata dalam mendiskusikan isu-isu terkini di dunia pariwisata. Seminar tersebut menjadi ajang untuk saling mengingatkan bagaimana pariwisata berkualitas, bertangung jawab dan berkelanjutan dibangun di Bali sehingga peran penting pariwisata Bali untuk perbaikan perekonomian Bali selalu terjaga. Seminar dibuka oleh Ketua LPPM Unud Prof. Dr. Drh I Nyoman Suarsana, M.Si. mewakili Rektor Unud Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU. Dalam sambutannya Rektor Unud menyatakan berterima kasih atas inisitif PUPAR menyelenggarakan seminar online tersebut. Ditegaskan, perubahan prilaku wisatawan menjadi isu penting yang berpengaruh pada  pengelolaan reputasi destinasi pariwisata pada pasca pandemi Covid-19.