BALI SEBAGAI KIBLAT KEHARMONISAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI INDONESIA

Foto bersema Pemateri dialog Keharmonisan Antar Umat Beragama di Bali dengan para peserta.

Denpasar -  Senin (03/04), Akhir-akhir ini berbagai isu kian senter diperbincangkan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Permasalahan sosial, politik, ekonomi tidak hentinya diperdebatkan baik dalam ranah publik maupun media sosial. Tidak terkecuali isu sara. Berkaitan dengan hal tersebut Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Denpasar menggelar dialog Kepemudaan bertajuk "Kebudayaan dan Keharmonisan Antar Umat Beragama di Bali".

"Tujuan kami menyelenggarakan  kegiatan  ini yang paling utama adalah untuk menjalin tali silaturahmi antar umat beragama di Bali, mempererat persatuan antar pemuda Bali dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia. Yang kedua adalah berkaitan dengan isu hangat yang saat ini terjadi di Indonesia,  ini lah salah satu bentuk upaya dan usaha kita dalam memupuk persatuan dan kesatuan" tutur Ahmad Suryajaya Ketua  Bidang Pemberdayaan Umat HMI Cabang Denpasar alumni mahasiswa Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

Ida Pengalingsir Agung Putra Sukabet dan H. M. Taufik Asadi saat menyampaikan materi Keharmonisan Umat Beragama di Bali.

Dialog Kepemudaan ini juga turut menghadirkan pembicara pembicara pemuka agama seperti Ida Pengalingsir Agung Putra Sukabet, Ketua Forum Kerukunan  Umat Beragama Provinsi Bali (FKUB), dan H. M. Taufik Asadi, ketua Majelis Ulama Indonesia Provinsi Bali (MUI).

Dalam penyampaian materinya, I. P. Agung Putra Sukabet menyampaikan kerukunan beragama di Bali sudah ada sejak zaman leluhur. Pada zaman kerajaan Gelgel sudah ada 40 KK muslim dari Blambangan. Dan raja Gelgel tidak menghindukan melainkan justru lebih mengislamkan. Yang artinya kita menerima, diberikan tempat,  baik tempat tinggal maupun tempat ibadah. Kemudian tradisi tersebut diikuti oleh raja raja selanjutnya. Lalu lahirlah akulturasi yang terjadi hingga sekarang. Bukan hanya Islam saja, Kristen, Budha juga sama. Hidup saling berdampingan dan menerima adalah salah satu kunci utama dalam membangun keharmonisan antar umat beragama. Dan Bali adalah salah satunya.

“Perbedaan dan persamaan bukan untuk diperdebatkan melainkan harus disyukuri” tambahnya.

Selain dihadiri oleh dua pembicara terkemuka diatas, kegiatan ini juga dihadiri oleh berbagai macam organisasi kepemudaan seperti ,GMNI, PMKRI, PMMI, IMM, GMKI, Pemuda Masjid, Prisada Hindu Dharama, dan Persatuan Mahasiswa Budhist. Kurang sekitar 100 orang peserta memenuhi aula Dwikarya Hotel.

Keanekaragaman suku, ras, agama dan budaya telah menjadi milik mutlak bangsa Indonesia. Bhineka Tunggal Ika sudah menjadi identitas bangsa yang harus dijaga. Bukan hanya pembritaan persatuan yang dibutuhkan Indonesia saat ini, melainkan karya nyata pemuda dalam menjunjung nilai persatuan Indonesia. (Isma)