Perjuangan dan kemerdekaan harus dimaknai dan diamalkan di lingkungan kampus

Kiri ke kanan- Sang Ayu Isnu Maharani, S.S.,M.Hum., I Wayan Gayun Widharma, S.E., M.Si., dan Gusti Ayu Putu Paramitha Dewi

Menjelang hari perayaan kemerdekaan Indonesia yang jatuh setiap tanggal 17 Agustus, berbagai kegiatan yang bertemakan perjuangan dan kemerdekaan digelar. Mulai dari perlombaan hingga sarasehan. Mengingat 17 Agustus sebagai tonggak berdirinya sebuah negara, yang merayakan pun seluruh elemen bangsa Indonesia; dari masyarakat di kampung-kampung kecil hingga petugas di gedung-gedung pemerintahan. Beragamnya kegiatan yang dilakukan untuk merayakan tak merubah esensi yang menjadi benang merahnya; mengingat, memaknai dan tentunya agar nantinya dapat mengamalkan semangat juang dan arti kemerdekaan yang dibela oleh para pahlawan bangsa.

Lantas bagaimana kita dapat memaknai perjuangan dan kemerdekaan sebagai warga di sebuah perguruan tinggi?

Menurut Sang Ayu Isnu Maharani, S.S.,M.Hum., perjuangan adalah adalah usaha atau ikthisar secara maksimal yang dilakukan secara terus menerus atau berkelanjutan disertai dengan doa dan tujuan yang jelas. “Sedangkan kemerdekaan buat saya adalah kebebasan untuk berekspresi dan bereksplorasi dalam bingkai santun dan koridor etika” ungkap dosen Prodi Sastra Inggris FIB Unud ini. Lebih lanjut, I Wayan Gayun Widharma, S.E., M.Si., kasubag Hukum dan Tata Laksana Rektorat Univeritas Udayana, menerangkan bahwa kemerdekaan adalah "jembatan emas" atau merupakan pintu gerbang untuk menuju masyarakat  adil dan makmur. "Jadi, dengan kemerdekaan itu bukan berarti perjuangan bangsa sudah selesai. Tetapi, justru muncul tantangan baru untuk mempertahankan dan mengisinya dengan berbagai kegiatan pembangunan.” imbuhnya.

Lain halnya penuturan Gusti Ayu Putu Paramitha Dewi, menurut mahasiswa Sastra Inggris FIB Unud ini, makna perjuangan  adalah pengorbanan untuk mencapai sebuah tujuan; mengejar ambisi dan cita-cita serta cara bagaimana kita mencapai semua mimpi-mimpi kita. Sedangkan kemerdekaan adalah dimana ia bebas untuk mengemukakan  pendapat tanpa dihantui rasa takut dan cemas. “Makna kemerdekaan terakhir bagi saya adalah saya bebas untuk menentukan masa depan saya sendiri tanpa adanya distraction dari orang lain. “ ujarnya.

Kemerdekaan seperti apa?

“Kemerdekaan di lingkungan kampus dari sudut pandang tenaga kependidikan atau pegawai adalah bagaimana para pegawai dapat melaksanakan tugas dan bekerja dalam lingkungan kerja yang kondusif. Lingkungan kerja sepertu itu  diharapkan akan menciptakan iklim dan etos kerja yang baik sehingga nantinya membuat seluruh pelayanan publik dapat berjalan dengan optimal.” ungkap Wayan Gayun. Ia pun menambahkan bahwa kemerdekaan di tempat kerja bukanlah bagaimana kita menjadi “bebas semau kita”, namun merdeka dalam memberi pelayanan terbaik untuk para pelanggan yaitu dosen, mahasiswa, pegawai dan stakeholder lainnya.

Di mata Isnu Maharani, kemerdekaan yang perlu dicapai di lingkungan kampus adalah kemerdekaan universitas untuk bisa memberikan dukungan bagi pengembangan diri tiap-tiap dosen, pegawai ataupun mahasiswa secara adil dan seimbang. Sedangkan Paramitha menyatakan bahwa kemerdekaan di lingkungan kampus adalah kemerdekaan untuk berpendapat, di mana ia merasa bahwa kadang beberapa dosen pengajar kurang memberikan keleluasan kepada mahasiswanya untuk mengemukakan pendapat.

Mengamalkan sesuai tugas dan porsi masing-masing

Wayan Gayun menjelaskan bahwa sebagai pegawai rektorat, ia mengamalkan arti perjuangan dan kemerdekan dengan berusaha melayani dosen, mahasiswa, pegawai dan stakeholder lainnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tupoksi atau penugasan di masing-masing bagian. “Jika dulu melayani dosen, mahasiswa dan pegawai lain terkesan tidak menjadi kewajiban, namun sekarang semua mindset dirubah bahwa pelayanan tersebut memang menjadi kewajiban atau tugas kita. Merubah mindset inilah merupakan sebuah pejuangan.” ungkapnya.

Bagi Paramitha, untuk mengamalkan makna perjuangan dan kemerdekaan sebagai mahasiswa di lingkungan kampus dimulai dari ia berangkat menuju kampus. Waktu yang cukup lama dan jarak yang cukup panjang harus ia tempuh demi mengenyam bangku pendidikan dan mengejar sebuah cita-cita. “Saya, menempuh jarak kurang lebih 20 km untuk dapat sampai ke kampus dan menempuh kurang lebih 55 menit” imbuhnya. Bagaimana ia bisa mendapatkan nilai yang memuaskan agar tidak mengecewakan orang tua yang sudah bersusah payah mengeluarkan biaya untuk kuliah pun menjadi aspek perjuangan yang sangat penting untuk mahasiswa angkatan 2014 ini.

Lain halnya dengan Isnu Maharani, pengamalan perjuangan dan kemerdekaan di lingkungan kampus dalam posisinya sebagai dosen adalah dengan menjadi panutan yang baik bagi para mahasiswa serta lingkungan. “Bisa juga berprestasi secara akademis ataupun sosial. Misalnya dengan menuliskan karya ilmiah atau buku yang dapat diterima oleh khalayak luas, melakukan penelitian yang bisa diakui di skala nasional hingga global." ungkap dosen yang juga kerap menjadi pembawa acara di berbagai kegiatan ini.

Berjuang menghadapi rintangan

Terkait rintangan yang harus dihadapi dalam mengamalkan perjuangan dan kemerdekaan di dunia kerja, Wayan Gayun menjelaskan bahwa perjuangan terberat adalah untuk merubah mindset bahwa pegawai atau birokrat itu adalah pelayan, bukan raja. “Mindset yang sudah ada sejak jaman dulu itu saya rasa sudah tidak relevan  untuk saat ini. Bagaimana kita merubah pola pikir agar kita dapat memberikan pelayanan dengan baik, itulah tantangan yang berat” ungkap Wayan Gayun. Sedangkan di kalangan mahasiswa, Paramitha menjelaskan bahwa hal utama yang menjadi momok dikalangan mahasiswa adalah adanya rasa “malas”. Hal selanjutnya adalah Sad Ripu yang ada di dalam diri masing-masing individu itu sendiri. Kedua hal tersebut sepatutnya dapat dilawan dengan meningkatkan kemawasan terhadap diri sendiri. Rintangan berupa “rasa malas” ini pun diungkapkan pula oleh Isnu Maharani. Menurutnya, sikap malas cenderung membuat orang tidak produktif dan kurang fokus terhadap target yang dibuat sehingga perjuangan dalam mencapai visi individu maupun lembaga dapat menjadi terhambat.

Bersama mengamalkan makna perjuangan dan kemerdekaan demi kemajuan lembaga

Menyongsong perayaan kemerdekaan 17 Agustus 2017, semua elemen Universitas Udayana  termasuk para dosen, mahasiswa, pegawai dan serluruh stakeholder tentunya berharap agar nantinya semangat perjuangan dan arti kemerdekaan dapat diamalkan di lingkungan kampus. Wayan Gayun berharap seluruh civitas akademika Unud baik dosen, pegawai, mahasiswa dapat memaknai kemerdekaan ini di posisi dan bidang tugasnya masing-masing. Dosen menjadi pendidik yang baik, pegawai menjadi pelayan yang baik bagi stakeholder dan tentunya para mahasiswa untuk belajar dengan baik sehingga universitas dapat menuju tingkat yang lebih baik kedepannya. “Harapan untuk menjadikan Udayana sebagai world class university juga harus dibarengi dengan kesiapan infrastruktur dan SDM yang memadai sehingga harapan tersebut bisa terwujud. Dengan dibarengi oleh doa, komitmen, kerjasama, kerja keras dan kerja cerdas, astungkara kita bisa mencapai apa yang kita harapkan. Om Swaha” tutup Isnu Maharani. (nrb)