PROCESSING TECHNOLOGY INNOVATION WASTE INTO ENERGY ENVIRONMENTALLY FRIENDLY

Dalam sebuah drama heroik Jepang yang berjudul Miyamoto Musashi, diceritakan adanya seorang samurai bernama Musashi yang lebih memilih bertahan tinggal di sebuah desa dibandingkan dengan hidup sebagai punggawa kerajaan di kota. Musashi ingin mengabdikan hidupnya untuk mempertahankan warna dan rasa air yang mengalir di desanya. Suatu usaha yang tidak mudah, bahkan sangat sulit untuk menjaga warna dan rasa air karena memerlukan sebuah strategi dan kearifan serta waktu yang tidak terbatas. Hasil perjuangan Musashi bisa dilihat sampai saat ini, sungai-sungai di Jepang masih terjaga kapasitas air dan kebersihannya. Hal ini adalah oleh adanya semangat kearifan di masa lalu yang diwariskan secara turun-temurun sampai hari ini.

Sejak tahun 2005, sebuah pesan kearifan masa lalu dikampanyekan lewat sebuah kata “mottai-nai”. Kata yang sudah mendunia ini dapat diartikan untuk tidak membuang sesuatu sebagai sampah sebelum digunakan secara maksimal. Semangat ini bisa dihubungkan dengan konsep penanganan sampah 3R (reduce, resuse dan recycle). Alam dan  manusia  mempunyai  kedudukan  yang  sama  sebagai ciptaan Tuhan, sehingga pada manusia dan alam seperti bumi ataupun tanaman, mempunyai sebuah spirit yang sama di dalamnya. Ungkapan sederhananya, membuang sesuatu sebagai sampah dengan sembarangan bisa dikategorikan sebagai orang yang anti sosial, anti lingkungan bahkan anti Tuhan.

Indonesia khususnya Bali, terdapat banyak filosofi kearifan lokal yang juga bisa digali seperti misalnya konsep Tri Hita Karana yang sudah mendunia khususnya pada poin keseimbangan hubungan manusia dengan alam. Tetapi sepertinya masih selalu tersandung dalam pengaplikasian di lapangan. Salah satu parameter  ancaman yang datang setiap tahun khususnya di musim hujan adalah banjir yang disebabkan oleh limbah/sampah. Hal yang umum terjadi di daerah urban perkotaan adalah bertambahnya kapasitas sampah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Kecendrungan ini tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang tetapi juga di negara-negara yang telah maju sekalipun. Bahkan, semakin berkembangnya tingkat sosial masyarakat suatu negara maka jumlah material sampah yang dihasilkan terus meningkat dan makin beragam. Apalagi kalau tidak diikuti dengan tingkat kesadaran masyarakat umum maupun para pemegang kebijaksanaan dalam mengelola sampah, maka kapasitas sampah bisa mencapai level yang tidak terbendung. Ini dapat diartikan bahwa strategi perencanaan dan penanganan sampah harus menjadi sebuah prioritas untuk dikerjakan secara terus menerus dan terpadu. Keterpaduan yang dimaksud adalah metode penanganan yang ber-sinergi harus terus dilakukan, karena kita masih belum bisa mengklaim hanya ada sebuah metode yang paling tepat. 

Untuk Negara yang mempunyai tanah yang luas seperti Amerika/Kanada, penangan sampah dengan cara landfi masih bisa diterima, tetapi untuk Negara seperti Singapura/Jepang, penanganan sampah dengan teknologi incenarasi lebih bisa diterima. Tentu saja metode pengolahan sampah seperti daur ulang, pengomposan limbah organik harus terus dikembangkan. Selanjutnya, sudah saatnya kita menangkap atau memanen energi dari limbah sampah kemudian sisa / abunya bisa dijadikan pupuk ataupun bahan kontruksi bangunan. Persoalan limbah seperti sampah patut diakui sebagai persoalan berdimensi banyak yang melibatkan persoalan sosial, budaya, hukum dan ekonomi dari masyarakatnya. Dari sisi budaya misalnya, sampah bisa menjadi cermin tentang bagaimana masyarakat menghasilkan sampah, jenis sampah maupun sikap memperlakukannya. Limbah sampah merupakan isu strategis yang sangat urgen untuk ditangani khususnya untuk daerah urban perkotaan. Sebuah teknologi harus ditemukan untuk mengeliminasi sampah sementara itu pada waktu bersamaan mampu menangkap energi yang terkandung pada sampah tersebut. Hamparan sampah yang tidak tertangani dengan baik akan menjadi bencana sewaktu-waktu karena akan terus meluas dan menggunung sehingga bisa merusak citra Bali di mata wisatawan, menyebabkan banjir, menghasilkan air lindi, merusak hutan bakau, dsb. Selebihnya, gas metana (CH4) yang dilepaskan ke udara sangat berbahaya bagi kesehatan dan atmosfir, selain itu gas lain seperti hydrogen sulfida (H2S) menimbulkan bau busuk yang sangat menyengat. Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola 

Konsumsi dan gaya hidup masyarakat telah meningkatkan jumlah timbulan sampah, jenis dan keberagaman karakteristik sampah. Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi daerah Bali juga memberikan kontribusi besar terhadap kwantitas dan kwalitas sampah yang dihasilkan. Peningkatan volume timbunan sampah memerlukan usaha pengelolaan sampah yang terpadu dan berwawasan lingkungan. Pengelolaan sampah yang tidak mempergunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan sangat mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungan pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan lautan. Cadangan bahan bakar fosil yang semakin menipis saat ini, memerlukan kearifan untuk pemanfaatan limbah padat sebagai sumber energi. Pemanfaatan energi sampah padat sebagai sumber listrik jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan pemanfaatan bahan bakar fosil, seperti solar dan batu bara. Energi listrik yang berasal dari limbah padat itu akan mampu menghemat penggunaan BBM dalam jumlah yang cukup besar, sehingga pengolahan sampah padat menjadi energi listrik akanmemberikan keuntungan dan manfaat yang luas.