MOBILITAS PENDUDUK NONPERMANEN DAN KONTRIBUSI REMITAN TERHADAP KEHIDUPAN EKONOMI DAN SOSIAL

Mobilitas penduduk memiliki kaitan yang erat dengan pembangunan, sebab mobilitas penduduk merupakan bagian integral dari proses pembangunan secara keseluruhan. Artinya, tidak ada pembangunan tanpa mobilitas penduduk tanpa adanya pembangunan. TInggi rendahnya mobilitas penduduk di suatu daerah akan berpengaruh terhadap strategi pembangunan yang dipilih, sehingga pembangunan yang dilaksanakan betul-betul dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk atau masyarakat pendukung pembangunan tersebut. Pada pihak lain intensitas pembangunan di suatu daerah juga berpengaruh terhadap mobilitas penduduk; arus mobilitas penduduk ke daerah tersebut akan besar apabila intensitas pembangunannya tinggi, dan sebaliknya arus mobilitas penduduk menuju daerah tersebut akan kecil apabila intensitas pembangunannya rendah.

Apabila dibandingkan dengan studi tentang fertilitas dan mortalitas penduduk, studi mobilitas penduduk dapat digolongkan relatif masih langka. Karena kelangkaan tersebut, cukup beralasan apabila Dudley Kirk (seorang sosiolog asal Amerika) menyebutkan bahwa mobilitas penduduk merupakan anak tiri (stepchild) dari ilmu kependudukan (Skeldon, 2005). Studi tentang mobilitas penduduk baru berkembang kemudian, setelah munculnya tulisan tentang hukum-hukum migrasi (The Laws of Migration) buah karya dari E.G. Revenstein (1885). Walaupun sejak munculnya hukum-hukum migrasi yang ditulis oleh Ravenstein banyak ditentang, namum sampai saat ini tulisan tersebut masih menjadi acuan dalam pembahasan-pembahasan mengenai mobilitas penduduk (Tjiptoherijanto, 1998).

Untuk mengupas lebih jauh tentang mobilitas penduduk, pertanyaan awal yang harus dijawab adalah: mengapa seseorang mengambil keputusan melakukan mobilitas penduduk. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dapat didekati dengan teori kebutuhan dan tekanan (need adn strees). Setiap individu mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan ekonomi, sosial, dan psikologi. Apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi terjadilah tekanan (stres), dan tingkatkan stres ini berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Secara umum tinggi rendahnya stres yang dialami seseorang berbanding terbalik dengan proporsi pemenuhan kebutuhan tersebut (Mantra, 1999).

Akibat dari stres tersebut dapat dipilah menjadi dua, yaitu: (a) apabila stres yang dialami seseorang masih dalam batas-batas toleransi, maka orang tersebut akan memutuskan tidak akan pindah, dan yang bersangkutan akan berusaha untuk menyesuaikan kebutuhannya dengan kondisi lingkungan yang ada; dan (2) apabila stres yang dialami seseorang sudah di luar batas toleransinya, maka orang tersebut akan mulai memikirkan untuk mengambil keputusan pindah ke daerah lain tempat kebutuhannya dapat dipenuhi (Gambar1).

Persoalan yang menarik dari Gambar 1, yaitu dalam kondisi kebutuhan seseorang tidak terpenuhi namun masih dalam batas toleransi, yang bersangkutan memutuskan tidak pindah dan akan berusaha menyesuaikan kebutuhannya dengan keadaan lingkungan yang ada atau melakukan mobilitas nonpermanen. Para pelaku mobilitas nonpermanen umumnya tetap memiliki status kependudukan di daerah asal, sedangkan kegiatannya di luar daerah dilakukannya dengan cara komuter (ulang alik) atau ngajag (Bahasa Bali), atau menginap (Mondok) di tenpat tujuan. Dengan mengambil keputusan melakukan mobilitas nonpermanent, seseorang tidak perlu pindah, hanya tempat mereka bekerja di daerah lain agar dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya di daerah asal.

Bila disimak kembali paparan di atas, dapt diketahui bahwansecara garis besar mobilitas penduduk dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: (a) mobilitas penduduk permanen (migrasi), yaitu mereka yang memutuskan untuk pindah ke daerah tujuan karena kebutuhan hidupnya di daerah asal tidak terpenuhi, bahkan sudah di luar batas toleransi; (b) mobilitas penduduk nonpermanen, yaitu mereka yang memutuskan tidak pindah walaupun kebutuhan hidupnya di daerah asal tidak terpenuhi, namun masih dalam batas-batas toleransi. Mereka akan melakukan mobilitas secara ulang-alik atau mondok di daerah tujuan.

Selanjutnya, ditinjau dari segi studi mobilitas penduduk, sampai saat ini studi-studi tentang mobilitas penduduk nonpermanen relatif lebih langka daripada studi mobilitas penduduk permanen atau migrasi. Meskipun dilihat dari segi dinamika kependudukan, mobilitas penduduk nonpermanen tidak berepngaruh terhadap laju pertumbuhan penduduk di daerah tujuan, sebab secara administratif migrant nonpermanent tetap menyandang status kependudukan di daerah asal. Namun ditinjau dari permasalahan yang ditimbulkan oleh kehadiran migran nonpermanen di daerah tujuan merupakan persoalan yang rumit yang segera harus dipecahkan, dan begitu pula dampaknya terhadap daerah asal tidak dapat diabaikan begitu saja. Itulah sebabnya dalam uraian berikut ini akan difokuskan pada pembahasan tentang mobilitas penduduk nonpermanen. Atau secara lebih spesifik “Mobilitas Penduduk Nonpermanen dan Kontribusi Remitan Terhadap Kehidupan Ekonomi dan Sosial Rumah Tangga di Daerah Asal”.

 

Gambar 1 Hubungan Antara Kebutuhan dan Pola Mobilitas 
Penduduk (Sumber: Mantra, 1999).