KAJIAN KERUSAKAN SUMBER DAYA HUTAN AKIBAT KEGIATAN PERTAMBANGAN

Luas kawasan hutan di Indonesia semula mencapai 144 juta hektar sebagian besar digunakan untuk kawasan hutan produksi seluas 65 juta hektar kawasan hutan lindung seluas 30 juta hektar dan 19 juta hektar digunakan untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan sisanya seluas 30 juta hektar dicadangkan untuk konversi menjadi lahan pertanian, hutan tanaman dan perkebunan (Nurkin, 1999). Namun, saat ini kawasan hutan telah menyusut menjadi 130 juta hektar (70% dari luas daratan), dan secara sistematik terus mengalami degradasi bahkan 42 juta hektar sudah benar-benar gundul, nyaris tanpa vegetasi

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa hutan primer di Indonesia hanya tersisa 43 juta hektar dan hutan terlantar sudah mencapai 12 juta hektar. Diungkapkan pula bahwa laju perambahan hutan saat ini mencapai 1,1 juta hektar per tahun, sedangkan pada masa Orde Baru mencapai 3 juta hektar per tahun. Secara teoretis hutan termasuk sumber daya alam yang dapat diperbaharui, misalnya dengan penghijauan atau reboisasi. Namun, dalam pelaksanaannya tidak semudah itu karena menanam pohon kehutanan perlu pemeliharaan, bukan sekadar tanam lantas ditinggal begitu saja. Selain itu, hutan primer memiliki plasma nutfah yang sangat beragam, dengan ekosistem yang harmonis Beragam flora dan fauna dalamnya, berinteraksi secara alamiah dan untuk mencapai keseimbangan. Kerusakan hutan selama ini telah terjadi di sejumlah provinsi di Indonesia, sebanyak sepuluh provinsi melalui gubernurnya masing-masing telah melaporkan ke Menteri Kehutanan terkait dengan penggunaan kawasan hutan yang tidak prosedural di wilayahnya. Laporan tersebut merespon surat Menteri Kehutanan No.95/Menhut-IV/2010 tanggal 25 Februari 2010 yang ditujukan kepada gubernur se-Indonesia, di antaranya adalah : Gubernur Aceh, Gubernur Sumatera Utara, Gubernur Bangka Belitung, Gubernur Lampung, Gubernur Kalimantan Timur, Gubernur Kalimantan Tengah, Gubernur Sulawesi Tenggara, Gubernur Papua Barat, Gubernur Papua, dan Gubernur Bali. Laporan-laporan tersebut secara umum merupakan kasus yang terjadi di wilayahnya, seperti berikut ini.

  1. Gubernur Aceh melaporkan 49 kasus tambang tanpa ijin.
  2. Gubernur Sumatera Utara melaporkan 23 kasus perkebunan tanpa ijin, dan telah disidik dan dalam proses persidangan 5 kasus.
  3. Gubernur Bangka Belitung melaporkan 87 kasus tambang dan kebun tanpa ijin.
  4. Gubernur Lampung melaporkan sebagian besar kawasan hutan telah dirambah, termasuk yang dikelola oleh PT. Inhutani V, dan terdapat 5 tambang illegal.
  5. Gubernur Kalimantan Timur melaporkan 223 kasus terdiri atas 42 kasus perkebunan, 181 kasus pertambangan, dan 1 kasus di TN Kutai.
  6. Gubernur Kalimantan Tengah melaporkan 456 kasus tambang tanpa ijin dan 964.000 ha kebun tanpa ijin.
  7. Gubernur Sulawesi Tenggara melaporkan 6 kasus perkebunan dan tambang tanpa ijin.
  8. Gubernur Papua Barat melaporkan 13 kasus tambang tanpa ijin.
  9. Gubernur Papua melaporkan 7 kasus tambang tanpa ijin.
  10. Gubernur Bali melaporkan terbitnya 58 kawasan hutan (Menhut, 2010)

Laporan kerusakan hutan ini baru sebatas 10 provinsi se-Indonesia, bagaimana dengan 23 propinsi yang lain. Kerusakan hutan ini didominasi oleh kegiatan pertambangan, di samping itu ada beberapa kasus perkebunan dan tambang tanpa ijin. Jadi,fakta di lapangan menunjukkan pertambangan merupakansalah satu penyebab kerusakan hutan.