REKAYASA PROSES PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN KAKAO UNTUK PENINGKATAN MUTU, NILAI TAMBAH, DAN DAYA SAING PRODUK

Istilah cokelat dikenal sebagai makanan/minuman yang terbuat dari biji kakao (Teobroma cacao Linn.). Kata Teobroma berasal dari bahasa Yunani yang berarti “makanan para dewa” (foods of gods). Cokelat dalam bahasa suku Aztec berasal dari kata xocolatl, yang berarti minuman pahit. Pada awalnya, cokelat dikonsumsi sebagai minuman yang dibuat berbuih, kadang-kadang ditaburi lada merah, vanilla, madu atau rempah-rempah lain, yang rasanya pahit, sepat dan berlemak. Orang-orang Indian Mexico menyebutnya yang berasal dari kata choco yang berarti busa (foam) dan atl yang berarti air. Cokelat mempunyai cita rasa yang khas, teksturnya berbentuk padat pada suhu kamar, cepat meleleh di mulut, menjadi cair dan terasa lembut di lidah.

Cokelat secara umum sangat bermanfaat untuk kesehatan, antara lain: membuat umur lebih panjang, mencegah penuaan dini, membuat perasaan gembira, dapat membangkitkan mood, dan dapat digunakan sebagai lulur untuk membuat kulit bercahaya dan awet muda. Hal demikian dapat dijelaskan, bahwa cokelat dengan bahan baku biji kakao lebih dari 70%, kaya akan kandungan antioksidan yaitu fenol dan flavo Besarnya kandungan antioksidan ini, bahkan 3 kali lebih banyak dari teh hijau, sehingga tidak berlebihan kalau cokelat menjadi salah satu minuman kesehatan. Fenol, sebagai antioksidan mampu mengurangi kolesterol pada darah sehingga dapat mengurangi risiko terkena serangan jantung dan juga berguna untuk mencegah timbulnya kanker dalam tubuh, mencegah terjadinya stroke dan darah tinggi. Selain itu, kandungan lemak pada cokelat berkualitas tinggi karena terbukti bebas kolesterol dan tidak menyumbat pembuluh darah. Manfaat lain adalah untuk kecantikan, karena anti-oksidan dan katekin yang ada di dalamnya dapat mencegah penuaan dini, maka tidak heran bila saat ini berkembang lulur cokelat yang sangat baik untuk kecantikan kulit.

Dewasa ini, pengusahaan perkebunan kakao berkembang cukup pesat, baik untuk pengembangan luas areal tanaman maupun peningkatan produksi biji kakao kering. Pada tahun 2009 luas areal perkebunan kakao Indonesia telah mencapai 1.587.136 ha, dengan produksi mencapai 809.583 ton biji kakao kering (Anonim, 2010). Sementara itu, lebih dari 90% (741.981 ton) produk biji kakao kering diproduksi oleh petani (Perkebunan Rakyat), sisanya oleh Perkebunan Besar Negara dan Swasta (Anonim, 2010). Selanjutnya, BPS memprediksi Indonesia akan bisa menjadi produsen terbesar duinia pada tahun 2014. Pada tahun 2010 ini produsen kakao terbesar dunia ditempati Pantai Gading (1,3 juta ton), disusul Ghana (850.000 ton).

Bergabungnya Indonesia menjadi anggota ICCO (International Cocoa Organization), diharapkan dapat terus meningkatkan ekspor kakao di pasar Internasional dan ekspansi pasar. Pada tahun 2009, tercatat ekspor kakao mencapai volume 535.236 ton setara 1.413.155 ribu USD, sementara impornya 46.356 ton setara 119.321 ribu USD (BPS, 2011). Namun, kualitas biji kakao yang diekspor Indonesia dikenal sangat rendah (kelas 3 dan 4). Hal ini disebabkan oleh pengolahan produk kakao yang masih tradisional (85% biji kakao produksi nasional tidak difermentasi) sehingga kualitasnya rendah. Kualitas rendah menyebabkan harga biji dan produk kakao Indonesia di pasar Internasional dikenai diskon atau potongan harga (automatic detention) 200 USD/ ton atau 10%-15% dari harga pasar. Selain itu, para pedagang (terutama trader asing) lebih senang mengekspor dalam bentuk biji kakao (nonolahan) (Suryani , 2007). Begitu pula industri produk-produk olahan kakao dalam negeri hanya sebagian kecil menggunakan biji kakao kering produk petani, hanya sebagai pencampur (banding) biji kakao kering produk perkebunan besar atau bahkan impor, karena aroma dan rasa khas kakao yang ditimbulkan sangat lemah. Rekayasa proses pengolahan kakao akan dapat mengatasi berbagai kendala dan masalah-masalah tersebut, sehingga biji kakao Indonesia diharapkan dapat bersaing dan tidak tertutup kemungkinan memperoleh harga premium di pasaran Internasional serta dapat diserap oleh industri produk-produk olahan kakao di dalam negeri.