PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PROVINSI BALI

Isu kemiskinan menjadi salah satu isu sentral dalam Millenium Development Goals atau MDGs (UNDP, 2003). Pemerintah Republik Indonesia dengan berbagai jajaran dan tingkatannya terus berupaya mencari solusi untuk mengatasinya, paling tidak untuk menurunkan angka kemiskinan. Hal ini dilakukan oleh pemerintah dalam rangka untuk mencapai tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Rendahnya pendapatan dan taraf hidup masyarakat, berupa kondisi kesehatannya yang buruk, kurang makan dan gizi, dan pendidikan yang rendah, justru akan menurunkan produktivitas ekonomi mereka, dan pada akhirnya akan mengakibatkan rendahnya pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan. Banyaknya penduduk miskin akan memperparah kondisi sosial, mereka bisa frustasi dan akan menunjukkan sikap antipati terhadap "kemajuan" dan upaya-upaya pembangunan pada umumnya, jika banyak mereka yang berpendidikan cukup diperlakukan secara tidak adil, ini merupakan sebuah bom politik berbahaya yang siap meledak setiap saat. Di pihak lain, strategi yang lebih mementingkan pemerataan dan peningkatan taraf hidup masyarakat miskin bukan hanya akan dapat meningkatkan produktivitas dan kapasitas perekonomian nasional secara

keseluruhan. Todaro (2006) menyebutkan bahwa upaya-upaya untuk menaikkan tingkat pendapatan penduduk miskin akan merangsang meningkatnya permintaan terhadap barang-barang produksi dalam negeri, seperti bahan makanan dan pakaian. Selanjutnya akan tercipta dorongan-dorongan bagi peningkatan produksi lokal, penciptaan lapangan kerja, dan kenaikan persediaan modal serta tingkat investasi di dalam negeri

Banyak faktor penyebab kemiskinan, baik eksternal maupun internal. Krisis ekonomi dan kenaikan harga BBM, yang memicu inflasi sangat menekan taraf hidup sebagian besar masyarakat lebih-lebih masyarakat miskin. Mereka yang tadinya hampir miskin menjadi menurun taraf hidupnya sebagai akibat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Rendahnya kualitas sumber daya manusia pada keluarga miskin serta kondisi lainnya yang tak memungkinkan mereka meraih berbagai fasilitas yang tersedia di pasaran (Murjana Yasa, 2008)

Pada tahun 1996, sebelum krisis ekonomi penduduk miskin di Bali mencapai 7,81 persen, namun pada tahun 1999 penduduk miskin meningkat menjadi 8,53 persen sebagai dampak adanya krisis ekonomi tahun 1997 -1998. Dengan membaiknya kondisi perekonomian, pada tahun 2004 penduduk miskin Bali turun menjadi 6,85 persen. Publikasi BPS (2009) menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin (berada di bawah garis kemiskinan) di Provinsi Bali 5,13 persen.

Upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia sudah dimulai sejak Pelita I dan sudah menjangkau seluruh pelosok tanah air melalui berbagai program, misalnya, program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Inpres ini, yaitu Inpres No. 5/1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan. Pada saat terjadinya krisis ekonomi yang kemudian berlanjut menjadi krisis multidimensional, diluncurkan program daerah dalam mengatasi dampak krisis ekonomi (PDM-DKE) yang kemudian dilanjutkan dengan Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Bantuan Tunai Langsung (BLT), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dan lain sebagainya yang dilakukan secara langsung dan tidak langsung untuk dapat mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Meskipun masyarakat miskin telah mendapatkan bantuan program pengentasan kemiskinan, tapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Kesulitan memecahkan persoalan kemiskinan adalah karena kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang terkait dengan berbagai dimensi, yakni sosial, ekonomi, budaya, politik serta dimensi ruang dan waktu. Penyebab kemiskinan sangat bervariasi antar daerah bahkan antar negara. Begitu pula dalam memandang permasalahan kemiskinan. Pola pengentasan kemiskinan yang cenderung tidak mendidik banyak menuai kritik dari masyarakat, juga diduga memberi andil terhadap banyaknya masyarakat terutama kelompok abu-abu (hampir miskin) yang
ingin tetap miskin agar tetap mendapatkan bantuan.

Oleh karena kemiskinan adalah sebagai masalah bersama yang tidak hanya dapat diselesaikan oleh pemerintah melalui berbagai program pembangunan yang instan, akan tetapi harus menjadi tanggung jawab bersama bagi semua pelaku pembangunan termasuk masyarakat itu sendiri, maka selayaknya masyarakat miskin tidak hanya dianggap sebagai obyek pembangunan, tetapi juga sebagai subyek pembangunan. Salah satu pendekatan yang sering digunakan dalam meningkatkan kualitas hidup dan mengangkat harkat martabat masyarakat adalah pemberdayaan masyarakat.